Sebagai
mahapatih dia berhasil menumpas pemberontakan di Sadeng dan Keta (1331)
dan kemudian berikrar untuk mempersatukan Nusantara dengan sumpahnya
yang dikenal sebagai Sumpah Palapa.
Serat Pararaton memuat Sumpah Palapa yang diucapkan dihadapan Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi sebagai berikut:
“Lamun
huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring
seram, tanjungpura, ring haru, pahang, dompo, ring bali, sunda,
palembang, tumasik, samana isun amukti palapa”
artinya :
“Apabila
sudah kalah Nusantara, saya akan beristirahat, apabila Gurun telah
dikalahkan, begitupula Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali,
Sunda, Palembang, Tumasik, pada waktu itu saya akan menikmati istirahat”
Sepeninggalan
Gajah Mada Namanya terus di kenang bukan saja di tanah air akan tetapi
sampai di kawasan asia tenggara (yang dulu di sebut Nusantara) bahkan
nama Gajah Mada di pakai sebagai nama salah satu Universitas Terkemuka
di Indonesia dan juga di pakai sebagai Nama Hotel Berbintang 5.
Sayang
sekali asal-usul Mahapatih Gajah Mada yang sangat masyur ini belum
jelas diketahui Orang,baik meyangkut Nama orang Tuanya maupun tempat
serta tahun kelahirannya.
Muhammad yamin didalam bukunya yang berjudul Gajah Mada, Balai Pustaka,cet ke-6,1960,hal 13 Mengungkapkan tokoh ini sebagai :
Muhammad yamin didalam bukunya yang berjudul Gajah Mada, Balai Pustaka,cet ke-6,1960,hal 13 Mengungkapkan tokoh ini sebagai :
“Diantara
sungai brantas yang mengalir dengan derasnya menuju kearah selatan
dataran Malang dan dikaki pegunungan Kawi-Arjuna yang indah permai,maka
disanalah nampaknya seorang-orang indonesia berdarah rakyat
dilahirkanpada permulaan abad ke-14.
Ahli sejarah tidak dapat menyusur hari lahirnya dengan pasti: ibu bapak dan keluarganya tidak dapat perhatian kenang-kenangan riwayat: Begitu juga nama desa tempat dia dilahirkan dilupakan saja oleh penulis keropak jaman dahulu asal usul gajah mada semua dilupakandengan lalim oleh sejarah”
Ahli sejarah tidak dapat menyusur hari lahirnya dengan pasti: ibu bapak dan keluarganya tidak dapat perhatian kenang-kenangan riwayat: Begitu juga nama desa tempat dia dilahirkan dilupakan saja oleh penulis keropak jaman dahulu asal usul gajah mada semua dilupakandengan lalim oleh sejarah”
Jadi
jelaslah menurut Muhammad Yamin,asal-usul Gajah Mada masih sangat
gelap, walaupun ada dugaan bahwa gajah mada dilahirkan di aliran sungai
Brantas yang mengalir keselatan diantara kaki gunung
Kawi-Arjuna,diperkirakan sekitar tahun 1300 M.
Keinginan untuk mengetahui asal-usul Patih Gajah Mada sebagai Negarawan besar pada Jaman Kerajaan Majapahit, telah lama menarik perhatian ahli sejarah,salah satunya bpk I Gusti Ngurah Ray Mirshaketika mengadakan Klasifikasi Dokumen Lama yang berbentuk Lontar-lontar pada “perpustakaan Lontar Fakultas Sastra, Universitas Udayana” (sekitar tahun 1974. Salah satu lontar yang menarik perhatian diantaranya adalah lontar yang berjudul “Babad Gajah Maddha”. Lontar tersebut memakai kode: Krop.7, Nomer 156, Terdiri dari 17 Lembar lontar berukuran 50×3,5 cm, ditulisi timbal balik, setiap halaman terdiri atas 4 baris, memakai huruf dan bahasa Bali-Tenganan.
Keinginan untuk mengetahui asal-usul Patih Gajah Mada sebagai Negarawan besar pada Jaman Kerajaan Majapahit, telah lama menarik perhatian ahli sejarah,salah satunya bpk I Gusti Ngurah Ray Mirshaketika mengadakan Klasifikasi Dokumen Lama yang berbentuk Lontar-lontar pada “perpustakaan Lontar Fakultas Sastra, Universitas Udayana” (sekitar tahun 1974. Salah satu lontar yang menarik perhatian diantaranya adalah lontar yang berjudul “Babad Gajah Maddha”. Lontar tersebut memakai kode: Krop.7, Nomer 156, Terdiri dari 17 Lembar lontar berukuran 50×3,5 cm, ditulisi timbal balik, setiap halaman terdiri atas 4 baris, memakai huruf dan bahasa Bali-Tenganan.
Lontar tersebut adalah merupakan Salinan sedangkan yang asli belum dapat dijumpai.
Secara garis besar lontar babad Gajah Maddha tersebut berisikan
Secara garis besar lontar babad Gajah Maddha tersebut berisikan
1. Asal Usul Gajah Mada
2. Gri Kresna Kapakisan dalam hubungannya dengan raja-raja Majapahit
3. Emphu keturunan pada waktu memerintah dibali
Yang menjadi perhatian dari sekian lontar tersebut dan dapat dijadikan penelitian lebih lanjut adalah bagian yanfg menjelaskan tentang Asal-Usul/Kelahiran sang Maha Patih Gajah Mada.
Ringkasan Isi Teks Lontar Babad Gajah Maddha
Tersebutlah
Brahmana Suami-Istri di wilatikta, yang bernama Curadharmawysa dan
Nariratih, keduanya disucikan (Diabhiseka menjadi pendeta) oleh Mpu
Ragarunting di Lemah Surat. Setelah disucikan lalu kedua suami istri
tersebut diberi nama Mpu Curadharmayogi dan istrinya bernama Patni
Nuriratih. Kedua pendet tersebut melakukan Bharata (disiplin)
Kependetaan yaitu :Sewala-brahmacari” artinya setelah menjadi pendeta
suami istri tersebut tidak boleh berhubungan sex layaknya suami istri
lagi.
Selanjutnya Mpu Curadharmayogi mengambil tempat tinggal (asrama) di Gili Madri terletak di sebelah selatan Lemah Surat, Sedangkan Patni Nariratih bertempat tinggal di rumah asalnya di wilatikta, tetapi senantiasa pulang ke asrama suaminya di gili madri untuk membawa santapan,dan makanan berhubungan jarak kedua tempat tinggal mereka tidak begitu jauh.
Selanjutnya Mpu Curadharmayogi mengambil tempat tinggal (asrama) di Gili Madri terletak di sebelah selatan Lemah Surat, Sedangkan Patni Nariratih bertempat tinggal di rumah asalnya di wilatikta, tetapi senantiasa pulang ke asrama suaminya di gili madri untuk membawa santapan,dan makanan berhubungan jarak kedua tempat tinggal mereka tidak begitu jauh.
Pada
suatu hari Patni Nariratih mengantarkan santapan untuk suaminya ke
asrama di gili madri, tetapi sayang pada saat hendak menyantap makanan
tersebut air minum yang disediakan tersenggol dan tumpah (semua air yang
telah dibawa tumpah),sehingga Mpu Curadharmayogi mencari air minum
lebih dahulu yang letaknya agak jauh dari tempat itu arah ke barat.
Dalam keadaan Patni Nariratih seorang diri diceritakan timbulah
keinginan dari Sang Hyang Brahma untuk bersenggama dengan Patni
Nariratih . Sebagai tipu muslihat segerah Sang Hyang Brahma berganti
rupa (berubah wujud,(“masiluman”)) berwujud seperti Mpu Curadharmayogi
sehingga patni Nariratih mengira itu adalah suaminya.
Segera Mpu Curadharmayogi palsu (Mayarupa) merayu Patni Nariratih untuk melakukan senggama, Tetapi keinginan tersebut ditolak oleh Patni Nariratih,oleh karena sebagai pendeta sewala-brahmacari sudah jelas tidak boleh lagi mengadakan hubungan sex,oleh karena itu Mpu Curadharmayogi palsu tersebut memperkosa Patni Nariratih. Setelah kejadian tersebut maka hilanglah Mpu Curadharmayogi palsu,dan datanglah Mpu Curadharmayogi yang asli (Jati). Patni Nariratih menceritakan peristiwa yang baru saja menimpa dirinya kepada suaminya dan akhirnya mereka berdua menyadari,bahwa akan terdjadi suatu peristiwa yang akan menimpa meraka kelak.kemudian ternyata dari kejadian yang menimpa Patni Nariratih akhirnya mengandung.
Segera Mpu Curadharmayogi palsu (Mayarupa) merayu Patni Nariratih untuk melakukan senggama, Tetapi keinginan tersebut ditolak oleh Patni Nariratih,oleh karena sebagai pendeta sewala-brahmacari sudah jelas tidak boleh lagi mengadakan hubungan sex,oleh karena itu Mpu Curadharmayogi palsu tersebut memperkosa Patni Nariratih. Setelah kejadian tersebut maka hilanglah Mpu Curadharmayogi palsu,dan datanglah Mpu Curadharmayogi yang asli (Jati). Patni Nariratih menceritakan peristiwa yang baru saja menimpa dirinya kepada suaminya dan akhirnya mereka berdua menyadari,bahwa akan terdjadi suatu peristiwa yang akan menimpa meraka kelak.kemudian ternyata dari kejadian yang menimpa Patni Nariratih akhirnya mengandung.
Menyadari
hal yang demikian tersebut mereka berdua lalu mengambil keputusan untuk
meninggalkan asrama itu,mengembara ke hutan-hutan ,jauh dari asramanya
tidak menentu tujuannya,hingga kandungan patni Nariratih bertambah
besar. Pada waktu mau melahirkan mereka sudah berada didekat gunung
Semeru dan dari sana mereka menuju kearah Barat Daya, lalu sampailah
disebuah desa yang bernama desa Maddha. Pada waktu itu hari sudah
menjelang malam dan Patni Nariratih sudah hendak melahirkan,lalu
suaminya mengajak ke sebuah “Balai Agung” yang etrletak pada kahyangan
didesa Maddha tersebut.
Bayi yang telah dilahirkan di bale agung itu, segera ditinggalkan oleh mereka berdua menuju ke sebuah gunung. Bayi tersebut dipungut oleh seorang penguasa didesa Maddha,lalu oleh seorang patih terkemuka di wilatikta di bawa ke wilatikta dan diberi nama “Maddha”
Bayi yang telah dilahirkan di bale agung itu, segera ditinggalkan oleh mereka berdua menuju ke sebuah gunung. Bayi tersebut dipungut oleh seorang penguasa didesa Maddha,lalu oleh seorang patih terkemuka di wilatikta di bawa ke wilatikta dan diberi nama “Maddha”
INTERPRETASI/TAFSIRAN dari Isi
1. Pada
halaman 2a Lontar Babad Gajah Maddha (sealanjutnya di singkat dengan
B.G.M) dikatakan bahwa oran tua Gajah Mada berasal dari Wilatikta yang
disebut juga Majalangu (B.G.M hal.1b) Disebelah
selatan “Lemah Surat” terletak “Giri Madri” yang dikatakan berada dekat
dengan Wilatikta (B.M.G Hal.6a)pada B.M.G hal.6b dikatakan hampir
setiap hari Patni Nariratih pulang pergi dari wilatikta,megantar makanan
suaminya di asramanya di gili Madri yang terletak disebelah selatan
wilatikta. Hal ini berarti Gili Madri terletak disebelah selatan Lemah
Surat dan juga disebelahselatan Wilatikta. Jarak antara Gili Madri
dengan Wilatikta dikatakan dekat.Tetapijarak antara Lemah Surat dengan
Wilatikta begitu pula arah dimana letak Lemah Surat dari Wilatikta tidak
disebutkan dalam B.G.M
2. Pada
B.G.M hal. 12a yang menyebutkan tentang kelahiran Gajah Mada, ada
kalimat yang berbunyi “On Cri Caka warsa jiwa mrtta yogi swaha” kalimat
ini adalah Candrasangkala yang bermaksud kemungkinan sebagi berikut:
On Cri Cakawarsa = Selamatlah Tahun Saka
Jiwa = 1 (satu)
mrtta = 2 (Dua)
Yogi = 2 (Dua)
Swaha = 1 (satu)
jadi artinya : Selamat Tahun Saka 1221 atau tahun (1299 Masehi)
seandainya itu benar maka gajah mada dilahirkan pada tahun 1299 Masehi.
3. Mengenai nama Maddha B.G.M hal.10b – 11a disebutkan sebagai berikut:
Karena malu terhadap gurunya yakni : Mpu Ragarunting, begitu juga terhdap orang banyak, maka setelah kandungan Patni Nariratih membesar, lalu disjak ia oleh suaminya meninggalkan asrama pergi mengembara kedalam hutan dan gunung yang sunyi. Akhirnya pada malam hari,waktu bayi hendak lahir,mereka berdua menuju kesebuah desa yang bernama Maddha terletak di dekat kaki gunung semeru. didesa itulah sang Bayi dilahirkan disebuah “Bale-Agung” yang ada di Kahyangan (Temple) desa tersebut. Bayi tersebut dipungut oleh seorang penguasa desa Maddha,kemudian dibawa ke Wilatikta oleh seorang patihdan kemudian diberi nama Maddha jadi jika demikian halnya nama Maddha berasal dari nama desa.
Karena malu terhadap gurunya yakni : Mpu Ragarunting, begitu juga terhdap orang banyak, maka setelah kandungan Patni Nariratih membesar, lalu disjak ia oleh suaminya meninggalkan asrama pergi mengembara kedalam hutan dan gunung yang sunyi. Akhirnya pada malam hari,waktu bayi hendak lahir,mereka berdua menuju kesebuah desa yang bernama Maddha terletak di dekat kaki gunung semeru. didesa itulah sang Bayi dilahirkan disebuah “Bale-Agung” yang ada di Kahyangan (Temple) desa tersebut. Bayi tersebut dipungut oleh seorang penguasa desa Maddha,kemudian dibawa ke Wilatikta oleh seorang patihdan kemudian diberi nama Maddha jadi jika demikian halnya nama Maddha berasal dari nama desa.
Nama
Gajah oleh B.G.M sama sekali tidak disebutkan.kemungkinan besar nama
gajah adalah nama kemungkinan nama tambahan atau nama julukan atau bisa
juga nama Jabatan (Abhiseka) bagi sebutan orang Kuat (?)
dengan demikian Gajah Mada berarti Orang kuat yang berasal dari Maddha.
4. Mengenai
nama orang Tua Gajah Mada, ayahnya bernama Curadharmawyasa dan ibunya
bernama Nariratih (B.G.M. hal 2a) Setelah mereka disucikan (Abhiseka
menjadi pendeta) oleh Mpu Ragarunting di Lemah Surat,nama mereka berubah
menjadi Curadharmayogi dan Patni Nariratih (B.G.M hal 3b) meraka berdua
adalah brahmana (B.G.M hal. 2a)
Adapun didalam B.G.M hal. 9b, yang menyebutkan bahwa Patni Nariratih bersenggama dengan Dewa Brahma yang berganti rupa seperti suaminya sehingga Gajah Mada seolah-olah dilahirkan atas hasil senggama antara Patni Nariratih dengan Dewa Brahma, dapat kita tafsirkan sebagai berikut:
Pengungkapan Mitos demikian itu sudah tentu sukar diterima oleh akal mengingat motif yang demikian itu sudah banyak terdapat p[ada penulisan-penulisan babad, maka perlulah dicari Latar belakang dari hal-hal yang dimythoskan itu
Perkiraan yang dapat kami tangkap adalah:
Mpu
Curadharmayogi dan istrinya Patni Nariratih adalah melakukan brata
“Sewala Brahmacari” yang berarti sejak mereka menjadi pendeta mereka
tidak diperbolehkan untuk berhubungan sex atau senggama oleh karena itu
mereka berpisah tempat Sang suami ber asrama di Gili Madri sedangkan
Sabng istri bertempat tinggal di Wilatikta tetapi kedua suami istri ini
masih saling bertemu karena sang istri acapkali membawakan makanan untuk
sang suami.
b. Pada
suatu ketika yaitu pada hari Coma, Umanis, Tolu, Cacil ka daca (senin,
Legi, Tolu ,bulan april) Patni Nariratih membawakan suaminya santapan.
Pada waktu hendak makan,air minum tiba-tiba tumpah.Dengan tidak sadar
keluarlah kata-kata dari Patni Nariratih : “ih ah palit dewane plet”yang
maksudnya kemaluan suaminya kelihatan (B.G.M ha. 7a). Dalam B.G.M
hal.7b dikatakan bahwa kata-kata tersebut didengar oleh Dewa Brahma.
disinilah menurut Interpretasi kami bahwa yang mendengar hal tersebut
tidak lain adalah suaminya sendiri, sehingga timbuh hasrat birahi ingin
bersenggama dengan suaminya,Akhirnya senggama tersebut terjadi antara
Patni Nariratih dengan suaminya sendiri
Mengapa
demikian, karena menurut interpretasi kami, Brahma adalah sebagai dewa
pencipta/penumbuh (konsep trimurti) dan ini sering digunakan sebagai
mythologi sebagai sumber kelahiran seseorang yang ke-namaan atau
termasyur.
Jadi logislah disin untuk menyembunyikan perbuatan Mpu Curadharmayogi maka dipakailah Dewa Brahma sebagai gantinya. Mengapa dikatakan senggama itu terjadi dengan Dewa Brahma, Kiranya ini untuk menyembunyikan perbuatan Mpu Curadharmayogi sebagai seorang”Sewala-brahmacari” itulah sebabnya setelah Patni Nariratih hamil mereka segera pergi dari asrama unuk menyembunyikan diri.
Jadi logislah disin untuk menyembunyikan perbuatan Mpu Curadharmayogi maka dipakailah Dewa Brahma sebagai gantinya. Mengapa dikatakan senggama itu terjadi dengan Dewa Brahma, Kiranya ini untuk menyembunyikan perbuatan Mpu Curadharmayogi sebagai seorang”Sewala-brahmacari” itulah sebabnya setelah Patni Nariratih hamil mereka segera pergi dari asrama unuk menyembunyikan diri.
c. Mengenai
Lahirnya Sang bayi pada balai agung di sebuah kahyangan di desa maddha.
ini kira-kiranya memang diusahakan oleh Mpu Curadharmayogi dan Patni
Nariratih menurut penafsiran kami:
Balai Agung adalah merupakan sebuah balai yang patut ada di dalam sebuah “Kahyangan Desa”(Pura desa) yang berfungsi sebagai tempat membersihkan diri dari noda-noda spritual.
Hal
yang demikian ini dapat dibandingkan dengan keadaan di Bali sampai
sekarang, Bahwa Bale-Agung terletak didalam Pura Desa yaitu salah satu
Kahyangan Tiga yang ada pada tiap-tiap desa. Pura Desa ini adalah Sthana
Dewa Brahma dalam fungsi sebagi pencipta. Jadi logislah orang tua Gajah
Mada mengusahakan Balai Agung sebagai tempat untuk melahirkan bayi
dengan maksud :
- Proses kelahiran berjalan lancar bayi terhindar dari noda-noda spritual
- Supaya bayi tersebut dianggap dilahirkan dari sumber pencipta
- Supaya ada orang yang memungut dan memeliharanya.
SUMPAH PALAPA
Walaupun ada sejumlah pendapat yang
meragukan sumpahnya, Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan
Nusantara. Dimulai dengan penaklukan ke daerah Swarnnabhumi (Sumatera) tahun 1339, pulau Bintan, Tumasik (sekarang Singapura), Semenanjung Malaya, kemudian pada tahun 1343 bersama dengan Arya Damar menaklukan Bedahulu (di Bali) dan kemudian penaklukan Lombok, dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kendawangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Sulu, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.
Pada zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Gajah Mada terus melakukan penaklukan ke wilayah timur seperti Logajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwu, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.
Terdapat dua wilayah di Pulau Jawa yang seharusnya terbebas dari invasi Majapahit yakni Pulau Madura dan Kerajaan Sunda karena kedua wilayah ini mempunyai keterkaitan erat dengan Narrya Sanggramawijaya atau secara umum disebut dengan Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit (Lihat: Prasasti Kudadu 1294 dan Pararaton Lempengan VIII, Lempengan X s.d. Lempengan XII dan Invasi Yuan-Mongol ke Jawa pada tahun 1293) sebagaimana diriwayatkan pula dalam Kidung Panji Wijayakrama.
Perang Bubat
Dalam Kidung Sunda diceritakan bahwa Perang Bubat (1357) bermula saat Prabu Hayam Wuruk mulai melakukan langkah-langkah diplomasi dengan hendak menikahi Dyah Pitaloka putri Sunda
sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan
Sunda, dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk
melangsungkan pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda
takluk, memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan
kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini,
terjadilah pertempuran tidak seimbang antara pasukan Majapahit dan
rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu menjadi tempat penginapan
rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayahanda dan seluruh
rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa itu
langkah-langkah diplomasi Hayam Wuruk gagal dan Gajah Mada dinonaktifkan
dari jabatannya karena dipandang lebih menginginkan pencapaiannya
dengan jalan melakukan invasi militer padahal hal ini tidak boleh
dilakukan.
Dalam Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit berbeda. Dikatakan bahwa Hayam Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri Agung
yang wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Sang raja
menganugerahkan dukuh “Madakaripura” yang berpemandangan indah di Tongas, Probolinggo,
kepada Gajah Mada. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pada 1359,
Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari
Madakaripura.
Akhir hidup
Disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama bahwa sekembalinya Hayam Wuruk dari upacara keagamaan di Simping, ia menjumpai bahwa Gajah Mada telah sakit. Gajah Mada disebutkan meninggal dunia pada tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi.
Hayam Wuruk kemudian memilih enam Mahamantri Agung, untuk selanjutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala urusan negara.
0 Komentar:
Posting Komentar